DAPUR BURUNG

  • RSS
  • Skype
  • Facebook
  • Yahoo

Twitter

Disadur dari www.omkicau.com


Meski saat ini semakin banyak saja orang yang menangkarkan murai batu, tetapi prospek ke depannya tetap bagus. Hal ini disebabkan stok pasokan murai batu dari hutan mulai menipis karena terus dikuras, sementara peminat burung kicauan semakin hari semakin banyak saja. Pada saat yang sama, banyak penghobi yang tidak sabar untuk merawat murai hasil tangkapan hutan karena lama jinaknya, dan karenanya harus menunggu setahun dua tahun untuk menikmati burungnya secara maksimal, apalagi untuk dibawa ke arena lomba.

Sementara anakan murai batu hasil penangkaran, selain kita bisa memilih anakan dari indukan-indukan tertentu yang kita sukai, entah karena suaranya atau karena postur tubuhnya, juga cepat bunyi. Bahkan ketika masih trotolpun sudah mulai bisa dinikmati ngriwikannya. Selepas mabung, biasanya murai batu hasil tangkaran dengan indukan yang bagus sudah mulai ngerol dan bahkan ada yang sudah siap masuk arena lomba.

Untuk penangkar, kondisi ini memang menguntungkan. Dan sejauh ini, tidak pernah ada cerita anakan murai batu harganya jatuh. Minimal bertahan tetapi kecenderungannya naik terus. Apakah dengan banyaknya penangkaran nanti tidak akan membuat harga burung murai batu jatuh di pasaran? Saya yakin tidak. Sebab, semakin hari semakin banyak orang yang mencari anakan-anakan murai batu dari indukan bagus, dan para penangkarpun akan harus berlomba untuk mencari indukan bagus. Artinya, kalau kita sudah bisa menangkar dengan indukan yang kualitasnya “biasa saja”, tentu akan terpacu untuk mencari indukan dengan kualitas bagus. Artinya, pemburu murai batu hasil tangkaran tidak hanya penghobi tetapi juga penangkar yang sudah mapan atau para penangkar pemula.

Tentu saja, agar kita bisa bertahan menjadi penangkar murai batu yang produksinya selalu diburu oleh penghobi, haruslah selalu berusaha untuk meningkatkan kualitas produk. Selain diupayakan melalui pencarian indukan di arena lomba, juga bisa dilakukan cross antar jenis murai batu. Misalnya, murai batu ekor panjang untuk betina dan murai batu nias untuk pejantannya. Murai batu nias terkenal punya tembakan-tembakan yang melengking dan kristal, tetapi kurang disukai juri di arena lomba karena ekornya hitam semua. Nah dengan mencoba menyilangkannya dengan murai batu jenis lain, diharapkan akan menghasilkan anakan dengan suara kualitas nias tetapi dengan ada warna putih di ekornya.

Untuk memulai penangkaran, tentunya kita sudah harus menyiapkan kandang penangkaran. Kandang penangkaran murai batu bisa dilihat contohnya pada gambar di bawah ini:

Penampang dalam kandang murai batu Om Kicau dot com

Penampang dalam kandang murai batu.

Keterangan:


A + B = lokasi untuk penempatan sarang; dalam satu kandang bisa diberi dua atau tiga tempat biar burung memilih sendiri mau bersarang di mana.

C = Atap tertutup

D= Atap terbuka (digunakan kawat strimin)

E= Wadah air (untuk mandi)

F= Lokasi/wadah pakan/air untuk minum

G=Tangkringan

Panjang x lebar x tinggi: Untuk murai batu dan burung ukuran sedang, disesuaikan dengan lebar kawat strimin di pasaran sehingga tidak repot mengerjakannya ==> panjang dan lebar = 90 cm; tinggi 180 atau 200 cm.

Bahan: bisa dari apa saja asal kuat.

Batas samping kanan-kiri dan belakang = dinding/ tembok atau papan yang tahan lama dsb.

Atas = bagian yang tertutup bisa langsung di atasnya adalah genting dengan semua bagian kandang sudah tertutup kawat strimin.

Tangkringan = kayu asem, kayu jati serutan dll yang penting keras, dengan diameter sekitar 2 – 3 cm.

Papan tempat pakan (F) kayu yang kuat.


Penampang luar kandang penangkaran murai batu.

Keterangan:

A. Kawat strimin sehingga burung bisa terlihat dari luar untuk pengecekan.

B. Jendela untuk keluar masuk tangan mengganti air minum dan pakan.

C. Papan/tembok tertutup

D. Pintu untuk keluar masuk orang.

KOTAK SARANG

Berikut ini adalah kotak sarang, khususnya untuk burung MB. Bahan dari kayu yang kuat:

Kotak sarang murai batu

Wadah sarang untuk murai batu

Wadah sarang dari bambu

KERANGKA SARANG DAN PAKAN ANTI-SEMUT

Untuk tempat sarang dan juga tempat pakan anti-semut, bisa dibuatkan kerangka tersendiri seperti di bawah ini:

rangka-wadah-pakan

BAHAN PENYUSUN SARANG:

Di dalam kandang juga perlu disiapkan bahan penyusun sarang berupa merang atau daun cemara/pinus. Sebagian dimasukkan ke kotak wadah sarang untuk merangsang burung membikin sarang dan sebagian besar lainnya diletakkan di lanyai kandang di tempat yang kering.

Pemilihan indukan dan penjodohan

Murai batu di penangkaran Om Amiex. (Foto: kicaumania.org)

Sebagaimana pemilihan indukan untuk burung penangkaran pada umumnya, maka untuk memilih indukan jantan, pilih saja murai batu yang sehat, tidak cacat fisik dan gacor dengan perkiraan usia di atas 2 tahun. Sedangkan betinanya, bisa dipilih yang usia di atas 1 tahun, mulus dan sudah mau bunyi kalau didekatkan dengan murai batu jantan. Pilihlah jantan dan betina yang jinak, dalam arti tidak takut lagi dengan manusia. Soal asal murai batu, pilih sesuai keinginan Anda. Bisa asal Lampung, Aceh atau dari manapun.

Untuk penjodohan, sama dengan proses penjodohan cucak ijo pada artikel saya sebelumnya. Tetapi, oke, saya tulis ulang saja di sini. Intinya, proses penjodohan bisa dilakukan dengan kandang penjodohan, yakni sangkar bersekat yang sekatnya bisa kita ambil sewaktu-waktu. Jika tidak punya sangkar sekat, bisa gunakan sangkar harian biasa. Penjodohan dilakukan dengan selalu menempelkan sangkar si jantan dan betina berdempetan. Dengan posisi ini, maka jantan yang sudah birahi pada tahap awal akan selalu berkicau mengarah si betina. Si betina juga akan menanggapi dengan siulan-siulan khas betina. Jika belum mau berjodoh, betina akan menghindar dengan cara menjauh dan bersikap cuek. Proses penjodohan ini bisa berlangsung lama atau sebentar tergantung dari kondisi birahi masing-masing. Yang jelas, murai batu betina yang sudah birahi, tanda-tandanya suka menggetar-getarkan sayap dan selalu berusaha mendekat ke murai batu jantan.

Untuk membuat burung cepat jodoh, dia biasanya melakukan hal sebagai berikut (lihat juga hal yang sama dilakukan untuk penjodohan cucak ijo) :

1. Hari pertama diberi EF yang lebih dari biasa, misal jantan betina diberi masing-masing 10 ekor jangkrik dan 10 ekor cacing dengan tujuan agar keduanya terpacu birahinya.

2. Hari kedua, jatah jantan tetap dan jatah betina dikurangi, misal 10 : 5, hal ini ditujukan untuk tetap menjaga birahinya.

3, Hari ketiga jatah jantan ditambah dan jatah betina dihilangkan. Tujuannya pada saat si jantan birahi, dia akan memainkan EF di mulutnya, dan pada saat yang bersamaan si betina kelaparan karena tidak mendapat jatah makan, sehingga si betina akan berusaha meminta jatah makan dari si jantan.

Proses ini bisa dilanjutkan untuk beberapa hari ke depan. Lamanya tergantung burung itu sendiri, bisa sehari, 2 hari atau mungkin 1 bulan belum jodoh.

Proses penjodohan seperti itu pula yang biasa dilakukan para penangkar. Proses penjodohan ini dilakukan selama hampir sebulan sampai jantan betina mau bercampur tanpa tarung lagi.

Kadang, ada juga penangkar yang langsung memasukkan murai batu jantan dan betina dalam satu kandang penangkaran tanpa proses penjodohan terlalu lama. Namun hal ini biasa dilakukan ketika murai batu jantan dan betina sama-sama mabung sehingga tidak agresif terhadap pasangan.

Berkaitan dengan penjodohan murai batu ini, ada tips yang disampaikan Om Rudi Jambi yang sudah sukses menangkar murai batu. Dalam tulisannya di forum KM, Om Rudi menulis seperti di bawah ini.

1. Agar proses penjodohan lebih mudah, iapkan betina lebih dari 1 ekor, dekatkan dengan pejantan yang telah diseleksi, baik dari kualitas suara, katuranggan maupun prestasinya. Bila sudah ada yang tampak rajin bunyi, ngeleper-ngeleper sayapnya sambil ngeriwik, itu pertanda si betina sudah birahi, pilih betina tersebut, dekatkan dengan pejantan ditempat terpisah selama kurang lebih 3 hari.

2. Masukan ke dalam sangkar bersekat, atau biasanya disebut kandang jodoh, atau bila tidak ada sangkar bersekat boleh juga mengunakan sangkar biasa yang diletakan berhimpitan.

3. Harus dilakukan pengamatan secara rutin, untuk memastikan jodoh tidaknya indukan pilihan tersebut.bila sudah terlihat akrab, yakni sering terlihat berhimpitan meski masih dibatasi sekat, baru masukan ke kandang penagkaran.

4. Amati perilaku indukan, amati terus apakah si pejantan sudah benar-benar mau menerima pasangannya. Tanda-tanda penjodohan yang sukses, apabila sepasang indukan sering berduaan, sering kejar-kejaran, tapi bukan saling serang.sebaliknya bila sang jantan mengejar dan menghajar betina, maka segera pisahkan kembali pasangan tersebut, karna bila dibiarkan bisa berakubat fatal…yakni…. kematian pada sang betina…

5. Lakukan penjodohan alternatif, ulangi kembali penjodohan dari tahap pertama selama 1 minggu, kemudian masukan betina kedalam sangkar kecil dan masukan kedalam kandang besar, sementara itu biarkan sang pejantan bebas didalam kandang penangkaran dan merasa lebih berkuasa, langkah ini juga bertujuan mengurangi birahi pejantan.

6. Ganti pasangan bila tidak mau jodoh, ini merupakan alternatif terakhir dan mutlak dilakukan, yakni bila pasangan tersebut tetap tidak bisa jodoh, ganti betina dengan betina baru. Lakukan langkah-langkah penjodohan mulai dari awal sambil diamati perkembangannya.

Nah, lagi-lagi tips saya tetap sama di artikel penangkaran yang sudah saya tulis, yakni jika burung kita sulit atau lama berjodoh, maka kita bisa menggunakan BirdMature. BirdMature adalah produk untuk meningkatkan birahi burung secara cepat, terutama untuk burung-burung penangkaran.

Menurut pengalaman penangkar murai batu, salah satunya adalah Om Didik di Gresik (RR BF), murai batu betina usia muda sudah bisa dijodohkan dan bisa berproduksi dan malah relatif produktif ketimbang yang tua. Murai batu betina usia sekitar 8 bulan, sudah bisa dijodohkan dan ditangkarkan. Sedangkan jantannya, tetap menggunakan pejantan yang usianya lebih tua, minimal usia satu setengah tahun.

Manajemen pakan pada penangkaran murai batu
Untuk masalah pakan, burung murai batu bisa saja diberikan dengan pola standar berupa voer, serangga, kroto dan juga cacing. Namun demikian pemberian pakan untuk burung penangkaran harus lebih banyak porsinya ketimbang burung untuk peliharaan harian.

Perlu diingat, pemberian asupan yang tidak seimbang justru akan memperlama proses produksi. Penggunaan voer untuk ayam broiler misalnya, memang meningkatkan jumlah protein, tetapi pada saat yang sama jumlah lemaknya pun banyak. Padahal, burung penangkaran yang kegemukan, akan sulit bereproduksi dengan baik. Begitu juga dengan voer yang biasa digunakan untuk burung kicau harian, secara umum sudah baik, namun kandungan mineralnya seringkali tidak bisa kita pastikan karena banyak voer yang dijual tanpa disertai keterangan komposisi isi yang memadai. Dalam kaitan inilah saya menyarankan ke beberapa penangkar untuk memberikan multi vitamin dengan komposisi yang pas untuk burung.

Multivitamin yang bagus setidaknya mengandung vitamin utama, yakni A, D3, E, B1, B2, B3 (Nicotimanide) B6, B12, C dan K3; zat esensial seperti D-L Methionine, I-Lisin HCl, Folic Acid (sesungguhnya adalah salah satu bentuk dari Vitamin B) dan Ca-D Pantothenate. Untuk referensi ini, silakan baca tentang produk BirdVit.

Pada saat yang sama, burung di penangkaran membutuhkan mineral yang komplit dan seimbang. Unsur Ca dan K misalnya, harus benar-benar tercukupi sehingga proses pembuatan cangkang telur bisa berlangsung dengan baik. Lebih dari itu, kekurangan mineral pada burung akan menyebabkan beberapa kendala dalam penangkaran, antara lain bulu lemah, tidak mulus, kusam; terkena rachitis (tulang-tulang lembek, bengkok dan abnormal); paralysa (lumpuh); perosis (tumit bengkak); anak burung mati setelah menetas; mengalami urat keting (tendo); terlepas sendinya, tercerai (luxatio); paruh meleset, kekurangan darah sehingga pucat dan lemah; tidak juga segera bertelur, telur kosong, produktivitas rendah, dan daya tetas rendah, serta kematian embrio tinggi. Untuk menghindari hal itu, ada baiknya Anda mengetahui masalah mineral burung.

Masa mengeram

Seperti halnya penangkaran burung pada umumnya, murai batu membutuhkan lingkungan yang tenang. Paling tidak, harus terbebas dari gangguan predator (kucing, tikus dll). Sementara untuk menghindarkan burung dari serangan penyakit yang berasal dari parasit, maka kita harus memastikan kandang yang relatif bebas parsit dan serangga pengganggu seperti semut dan kecoak.

Parasit pengganggu burung di penangkaran ada macam-macam. Jika tidak ditangani secara serius, maka akan menyebabkan betina tidak nyaman dalam mengeram. Akibatnya, burung tidak tenang dan selalu turun dari sarang. Jika ini berulang terjadi, maka dipastikan telur tidak bisa menetas karena tidak mendapatkan suhu pengeraman yang stabil. Kadang-kadang, gangguan parasit juga menyebabkan indukan berlaku agresif dan bisa mengobrak-abrik sarang, makan telur sendiri, dan lain-lain.

Selama masa mengeram, ekstra fooding perlu dikurangi dengan tujuan agar kedua burung tidak naik birahinya yang juga sering menyebabkan mereka berlaku agresif baik terhadap pasangan amupun terhadap telur yang sedang dierami.
Setelah usia pengeraman 14 hari, maka telur burung murai batu akan menetas. Untuk mengantisipasi masa menetas, maka mulai hari ke-12 pengeraman, Anda perlu meningkatkan jumlah ekstra fooding dan menyediakan kroto sebagai pakan pertama yang akan diberikan indukan kepada anakannya.

Manajemen anakan

Minta makan. Murai batu anakan di penangkaran Om Amiex's.

Jika telur telah sukses menetas, maka anakan murai batu bisa Anda petik antara usia 5-10 hari. Kalau kurang dari 5 hari, kondisi burung terlalu lemah dan kadang menyulitkan kita untuk menyuapkan pakan. Sementara jika lebih dari 10 hari, burung sudah takut dengan manusia. Akibatnya, mereka takut disuapi dan pada saat yang sama mereka belum bisa makan sendiri. Selanjutnya, ya bisa mati-lah anak-anak murai batu.

Anak-anak murai batu bisa Anda letakkan di wadah apa saja yang penting ada landasan dengan bahan yang sama dengan yang dibuat untuk membuat sarang di kandang penangkaran. Untuk landasan teratas bisa kita beri kapas agar lembut dan tidak melukai anakan burung. Anakan di wadah khusus itu kemudian bisa Anda letakkan di dalam kotak kayu atau kotak apa saja, dengan diberi lampu penghangat.

Sedangkan untuk pakan anakan murai batu yang diambil pada usia 5-10 hari, Anda bisa menyiapkan kroto yang benar-benar bersih dari kotoran dan bangkai semut. Suapkan perlan-pelan dengan alat suap yang bisa Anda buat seperti penjepit yang terbuat dari bambu. Atau Anda bisa membuat dengan bentuk apapun yang penting bisa untuk menyuapkan kroto ke paruh burung anakan. Kroto yang akan Anda berikan, perlu ditetes air sedikit sehingga memudahkan burung anakan untuk menelannya.

Untuk burung-burung di atas usia 7 hari, Anda juga bisa memberikan kroto yang dicampur dengan adonan voer. Untuk memastikan kecukupan vitamin dan mineral anakan burung, Anda perlu menambahkan BirdVit ke dalamnya.

Anakan burung pada usia 15 hari ke atas, Anda sudah bisa mulai memberikan jangkrik kecil yang dibersihkan kaki-kakiinya, dan dipencet kepalanya. Atau kalau untuk pemberian di masa-masa awal, jangan disertakan kaki dan kepalanya. Lebih baik lagi kalau Anda bisa memberikan jangkrik yang sedang mabung, yakni masih lembut dan berwarna putih.

Ketika anakan burung sudah mulai meloncat-loncat kuat di dalam boks sarang, Anda bisa memindahkannya ke dalam sangkar gantung. Hanya saja perlu diingat, dasar sangkar gantung tetap diberi landasan bahan yang sama dengan bahan pembuat sarang. Tujuannya adalah mencegah kaki burung anakan cedera. Sementara untuk tangkringan harus dibuat bertingkat agar burung juga belajar meloncat antar tangkringan.

Sementara itu untuk manajemen indukan pasca anakan diambil, Anda bisa menyetting pakan untuk indukan seperti pada masa pasca penjodohan. Setelah anakan diambil, biasanya 7-10 hari setelahnya, betina mulai bertelur lagi. Hal ini berulang terus dan akan mengalami perubahan ketika burung mengalami masa mabung.
Meski saat ini semakin banyak saja orang yang menangkarkan murai batu, tetapi prospek ke depannya tetap bagus. Hal ini disebabkan stok pasokan murai batu dari hutan mulai menipis karena terus dikuras, sementara peminat burung kicauan semakin hari semakin banyak saja. Pada saat yang sama, banyak penghobi yang tidak sabar untuk merawat murai hasil tangkapan hutan karena lama jinaknya, dan karenanya harus menunggu setahun dua tahun untuk menikmati burungnya secara maksimal, apalagi untuk dibawa ke arena lomba.

Sementara anakan murai batu hasil penangkaran, selain kita bisa memilih anakan dari indukan-indukan tertentu yang kita sukai, entah karena suaranya atau karena postur tubuhnya, juga cepat bunyi. Bahkan ketika masih trotolpun sudah mulai bisa dinikmati ngriwikannya. Selepas mabung, biasanya murai batu hasil tangkaran dengan indukan yang bagus sudah mulai ngerol dan bahkan ada yang sudah siap masuk arena lomba.

Untuk penangkar, kondisi ini memang menguntungkan. Dan sejauh ini, tidak pernah ada cerita anakan murai batu harganya jatuh. Minimal bertahan tetapi kecenderungannya naik terus. Apakah dengan banyaknya penangkaran nanti tidak akan membuat harga burung murai batu jatuh di pasaran? Saya yakin tidak. Sebab, semakin hari semakin banyak orang yang mencari anakan-anakan murai batu dari indukan bagus, dan para penangkarpun akan harus berlomba untuk mencari indukan bagus. Artinya, kalau kita sudah bisa menangkar dengan indukan yang kualitasnya “biasa saja”, tentu akan terpacu untuk mencari indukan dengan kualitas bagus. Artinya, pemburu murai batu hasil tangkaran tidak hanya penghobi tetapi juga penangkar yang sudah mapan atau para penangkar pemula.

Tentu saja, agar kita bisa bertahan menjadi penangkar murai batu yang produksinya selalu diburu oleh penghobi, haruslah selalu berusaha untuk meningkatkan kualitas produk. Selain diupayakan melalui pencarian indukan di arena lomba, juga bisa dilakukan cross antar jenis murai batu. Misalnya, murai batu ekor panjang untuk betina dan murai batu nias untuk pejantannya. Murai batu nias terkenal punya tembakan-tembakan yang melengking dan kristal, tetapi kurang disukai juri di arena lomba karena ekornya hitam semua. Nah dengan mencoba menyilangkannya dengan murai batu jenis lain, diharapkan akan menghasilkan anakan dengan suara kualitas nias tetapi dengan ada warna putih di ekornya.

Untuk memulai penangkaran, tentunya kita sudah harus menyiapkan kandang penangkaran. Kandang penangkaran murai batu bisa dilihat contohnya pada gambar di bawah ini:

Penampang dalam kandang murai batu Om Kicau dot com

Penampang dalam kandang murai batu.

Keterangan:

A + B = lokasi untuk penempatan sarang; dalam satu kandang bisa diberi dua atau tiga tempat biar burung memilih sendiri mau bersarang di mana.

C = Atap tertutup

D= Atap terbuka (digunakan kawat strimin)

E= Wadah air (untuk mandi)

F= Lokasi/wadah pakan/air untuk minum

G=Tangkringan

Panjang x lebar x tinggi: Untuk murai batu dan burung ukuran sedang, disesuaikan dengan lebar kawat strimin di pasaran sehingga tidak repot mengerjakannya ==> panjang dan lebar = 90 cm; tinggi 180 atau 200 cm.

Bahan: bisa dari apa saja asal kuat.

Batas samping kanan-kiri dan belakang = dinding/ tembok atau papan yang tahan lama dsb.

Atas = bagian yang tertutup bisa langsung di atasnya adalah genting dengan semua bagian kandang sudah tertutup kawat strimin.

Tangkringan = kayu asem, kayu jati serutan dll yang penting keras, dengan diameter sekitar 2 – 3 cm.

Papan tempat pakan (F) kayu yang kuat.

Penampang luar kandang penangkaran murai batu.

Keterangan:

A. Kawat strimin sehingga burung bisa terlihat dari luar untuk pengecekan.

B. Jendela untuk keluar masuk tangan mengganti air minum dan pakan.

C. Papan/tembok tertutup

D. Pintu untuk keluar masuk orang.

KOTAK SARANG

Berikut ini adalah kotak sarang, khususnya untuk burung MB. Bahan dari kayu yang kuat:

Kotak sarang murai batu

Wadah sarang untuk murai batu

Wadah sarang dari bambu

KERANGKA SARANG DAN PAKAN ANTI-SEMUT

Untuk tempat sarang dan juga tempat pakan anti-semut, bisa dibuatkan kerangka tersendiri seperti di bawah ini:

rangka-wadah-pakan

BAHAN PENYUSUN SARANG:

Di dalam kandang juga perlu disiapkan bahan penyusun sarang berupa merang atau daun cemara/pinus. Sebagian dimasukkan ke kotak wadah sarang untuk merangsang burung membikin sarang dan sebagian besar lainnya diletakkan di lanyai kandang di tempat yang kering.

Pemilihan indukan dan penjodohan

Murai batu di penangkaran Om Amiex. (Foto: kicaumania.org)

Sebagaimana pemilihan indukan untuk burung penangkaran pada umumnya, maka untuk memilih indukan jantan, pilih saja murai batu yang sehat, tidak cacat fisik dan gacor dengan perkiraan usia di atas 2 tahun. Sedangkan betinanya, bisa dipilih yang usia di atas 1 tahun, mulus dan sudah mau bunyi kalau didekatkan dengan murai batu jantan. Pilihlah jantan dan betina yang jinak, dalam arti tidak takut lagi dengan manusia. Soal asal murai batu, pilih sesuai keinginan Anda. Bisa asal Lampung, Aceh atau dari manapun.

Untuk penjodohan, sama dengan proses penjodohan cucak ijo pada artikel saya sebelumnya. Tetapi, oke, saya tulis ulang saja di sini. Intinya, proses penjodohan bisa dilakukan dengan kandang penjodohan, yakni sangkar bersekat yang sekatnya bisa kita ambil sewaktu-waktu. Jika tidak punya sangkar sekat, bisa gunakan sangkar harian biasa. Penjodohan dilakukan dengan selalu menempelkan sangkar si jantan dan betina berdempetan. Dengan posisi ini, maka jantan yang sudah birahi pada tahap awal akan selalu berkicau mengarah si betina. Si betina juga akan menanggapi dengan siulan-siulan khas betina. Jika belum mau berjodoh, betina akan menghindar dengan cara menjauh dan bersikap cuek. Proses penjodohan ini bisa berlangsung lama atau sebentar tergantung dari kondisi birahi masing-masing. Yang jelas, murai batu betina yang sudah birahi, tanda-tandanya suka menggetar-getarkan sayap dan selalu berusaha mendekat ke murai batu jantan.

Untuk membuat burung cepat jodoh, dia biasanya melakukan hal sebagai berikut (lihat juga hal yang sama dilakukan untuk penjodohan cucak ijo) :

1. Hari pertama diberi EF yang lebih dari biasa, misal jantan betina diberi masing-masing 10 ekor jangkrik dan 10 ekor cacing dengan tujuan agar keduanya terpacu birahinya.

2. Hari kedua, jatah jantan tetap dan jatah betina dikurangi, misal 10 : 5, hal ini ditujukan untuk tetap menjaga birahinya.

3, Hari ketiga jatah jantan ditambah dan jatah betina dihilangkan. Tujuannya pada saat si jantan birahi, dia akan memainkan EF di mulutnya, dan pada saat yang bersamaan si betina kelaparan karena tidak mendapat jatah makan, sehingga si betina akan berusaha meminta jatah makan dari si jantan.

Proses ini bisa dilanjutkan untuk beberapa hari ke depan. Lamanya tergantung burung itu sendiri, bisa sehari, 2 hari atau mungkin 1 bulan belum jodoh.

Proses penjodohan seperti itu pula yang biasa dilakukan para penangkar. Proses penjodohan ini dilakukan selama hampir sebulan sampai jantan betina mau bercampur tanpa tarung lagi.

Kadang, ada juga penangkar yang langsung memasukkan murai batu jantan dan betina dalam satu kandang penangkaran tanpa proses penjodohan terlalu lama. Namun hal ini biasa dilakukan ketika murai batu jantan dan betina sama-sama mabung sehingga tidak agresif terhadap pasangan.

Berkaitan dengan penjodohan murai batu ini, ada tips yang disampaikan Om Rudi Jambi yang sudah sukses menangkar murai batu. Dalam tulisannya di forum KM, Om Rudi menulis seperti di bawah ini.

1. Agar proses penjodohan lebih mudah, iapkan betina lebih dari 1 ekor, dekatkan dengan pejantan yang telah diseleksi, baik dari kualitas suara, katuranggan maupun prestasinya. Bila sudah ada yang tampak rajin bunyi, ngeleper-ngeleper sayapnya sambil ngeriwik, itu pertanda si betina sudah birahi, pilih betina tersebut, dekatkan dengan pejantan ditempat terpisah selama kurang lebih 3 hari.

2. Masukan ke dalam sangkar bersekat, atau biasanya disebut kandang jodoh, atau bila tidak ada sangkar bersekat boleh juga mengunakan sangkar biasa yang diletakan berhimpitan.

3. Harus dilakukan pengamatan secara rutin, untuk memastikan jodoh tidaknya indukan pilihan tersebut.bila sudah terlihat akrab, yakni sering terlihat berhimpitan meski masih dibatasi sekat, baru masukan ke kandang penagkaran.

4. Amati perilaku indukan, amati terus apakah si pejantan sudah benar-benar mau menerima pasangannya. Tanda-tanda penjodohan yang sukses, apabila sepasang indukan sering berduaan, sering kejar-kejaran, tapi bukan saling serang.sebaliknya bila sang jantan mengejar dan menghajar betina, maka segera pisahkan kembali pasangan tersebut, karna bila dibiarkan bisa berakubat fatal…yakni…. kematian pada sang betina…

5. Lakukan penjodohan alternatif, ulangi kembali penjodohan dari tahap pertama selama 1 minggu, kemudian masukan betina kedalam sangkar kecil dan masukan kedalam kandang besar, sementara itu biarkan sang pejantan bebas didalam kandang penangkaran dan merasa lebih berkuasa, langkah ini juga bertujuan mengurangi birahi pejantan.

6. Ganti pasangan bila tidak mau jodoh, ini merupakan alternatif terakhir dan mutlak dilakukan, yakni bila pasangan tersebut tetap tidak bisa jodoh, ganti betina dengan betina baru. Lakukan langkah-langkah penjodohan mulai dari awal sambil diamati perkembangannya.

Nah, lagi-lagi tips saya tetap sama di artikel penangkaran yang sudah saya tulis, yakni jika burung kita sulit atau lama berjodoh, maka kita bisa menggunakan BirdMature. BirdMature adalah produk untuk meningkatkan birahi burung secara cepat, terutama untuk burung-burung penangkaran.

Menurut pengalaman penangkar murai batu, salah satunya adalah Om Didik di Gresik (RR BF), murai batu betina usia muda sudah bisa dijodohkan dan bisa berproduksi dan malah relatif produktif ketimbang yang tua. Murai batu betina usia sekitar 8 bulan, sudah bisa dijodohkan dan ditangkarkan. Sedangkan jantannya, tetap menggunakan pejantan yang usianya lebih tua, minimal usia satu setengah tahun.

Manajemen pakan pada penangkaran murai batu
Untuk masalah pakan, burung murai batu bisa saja diberikan dengan pola standar berupa voer, serangga, kroto dan juga cacing. Namun demikian pemberian pakan untuk burung penangkaran harus lebih banyak porsinya ketimbang burung untuk peliharaan harian.

Perlu diingat, pemberian asupan yang tidak seimbang justru akan memperlama proses produksi. Penggunaan voer untuk ayam broiler misalnya, memang meningkatkan jumlah protein, tetapi pada saat yang sama jumlah lemaknya pun banyak. Padahal, burung penangkaran yang kegemukan, akan sulit bereproduksi dengan baik. Begitu juga dengan voer yang biasa digunakan untuk burung kicau harian, secara umum sudah baik, namun kandungan mineralnya seringkali tidak bisa kita pastikan karena banyak voer yang dijual tanpa disertai keterangan komposisi isi yang memadai. Dalam kaitan inilah saya menyarankan ke beberapa penangkar untuk memberikan multi vitamin dengan komposisi yang pas untuk burung.

Multivitamin yang bagus setidaknya mengandung vitamin utama, yakni A, D3, E, B1, B2, B3 (Nicotimanide) B6, B12, C dan K3; zat esensial seperti D-L Methionine, I-Lisin HCl, Folic Acid (sesungguhnya adalah salah satu bentuk dari Vitamin B) dan Ca-D Pantothenate. Untuk referensi ini, silakan baca tentang produk BirdVit.

Pada saat yang sama, burung di penangkaran membutuhkan mineral yang komplit dan seimbang. Unsur Ca dan K misalnya, harus benar-benar tercukupi sehingga proses pembuatan cangkang telur bisa berlangsung dengan baik. Lebih dari itu, kekurangan mineral pada burung akan menyebabkan beberapa kendala dalam penangkaran, antara lain bulu lemah, tidak mulus, kusam; terkena rachitis (tulang-tulang lembek, bengkok dan abnormal); paralysa (lumpuh); perosis (tumit bengkak); anak burung mati setelah menetas; mengalami urat keting (tendo); terlepas sendinya, tercerai (luxatio); paruh meleset, kekurangan darah sehingga pucat dan lemah; tidak juga segera bertelur, telur kosong, produktivitas rendah, dan daya tetas rendah, serta kematian embrio tinggi. Untuk menghindari hal itu, ada baiknya Anda mengetahui masalah mineral burung.

Masa mengeram

Seperti halnya penangkaran burung pada umumnya, murai batu membutuhkan lingkungan yang tenang. Paling tidak, harus terbebas dari gangguan predator (kucing, tikus dll). Sementara untuk menghindarkan burung dari serangan penyakit yang berasal dari parasit, maka kita harus memastikan kandang yang relatif bebas parsit dan serangga pengganggu seperti semut dan kecoak.

Parasit pengganggu burung di penangkaran ada macam-macam. Jika tidak ditangani secara serius, maka akan menyebabkan betina tidak nyaman dalam mengeram. Akibatnya, burung tidak tenang dan selalu turun dari sarang. Jika ini berulang terjadi, maka dipastikan telur tidak bisa menetas karena tidak mendapatkan suhu pengeraman yang stabil. Kadang-kadang, gangguan parasit juga menyebabkan indukan berlaku agresif dan bisa mengobrak-abrik sarang, makan telur sendiri, dan lain-lain.

Selama masa mengeram, ekstra fooding perlu dikurangi dengan tujuan agar kedua burung tidak naik birahinya yang juga sering menyebabkan mereka berlaku agresif baik terhadap pasangan amupun terhadap telur yang sedang dierami.
Setelah usia pengeraman 14 hari, maka telur burung murai batu akan menetas. Untuk mengantisipasi masa menetas, maka mulai hari ke-12 pengeraman, Anda perlu meningkatkan jumlah ekstra fooding dan menyediakan kroto sebagai pakan pertama yang akan diberikan indukan kepada anakannya.

Manajemen anakan

Minta makan. Murai batu anakan di penangkaran Om Amiex's.

Jika telur telah sukses menetas, maka anakan murai batu bisa Anda petik antara usia 5-10 hari. Kalau kurang dari 5 hari, kondisi burung terlalu lemah dan kadang menyulitkan kita untuk menyuapkan pakan. Sementara jika lebih dari 10 hari, burung sudah takut dengan manusia. Akibatnya, mereka takut disuapi dan pada saat yang sama mereka belum bisa makan sendiri. Selanjutnya, ya bisa mati-lah anak-anak murai batu.

Anak-anak murai batu bisa Anda letakkan di wadah apa saja yang penting ada landasan dengan bahan yang sama dengan yang dibuat untuk membuat sarang di kandang penangkaran. Untuk landasan teratas bisa kita beri kapas agar lembut dan tidak melukai anakan burung. Anakan di wadah khusus itu kemudian bisa Anda letakkan di dalam kotak kayu atau kotak apa saja, dengan diberi lampu penghangat.

Sedangkan untuk pakan anakan murai batu yang diambil pada usia 5-10 hari, Anda bisa menyiapkan kroto yang benar-benar bersih dari kotoran dan bangkai semut. Suapkan perlan-pelan dengan alat suap yang bisa Anda buat seperti penjepit yang terbuat dari bambu. Atau Anda bisa membuat dengan bentuk apapun yang penting bisa untuk menyuapkan kroto ke paruh burung anakan. Kroto yang akan Anda berikan, perlu ditetes air sedikit sehingga memudahkan burung anakan untuk menelannya.

Untuk burung-burung di atas usia 7 hari, Anda juga bisa memberikan kroto yang dicampur dengan adonan voer. Untuk memastikan kecukupan vitamin dan mineral anakan burung, Anda perlu menambahkan BirdVit ke dalamnya.

Anakan burung pada usia 15 hari ke atas, Anda sudah bisa mulai memberikan jangkrik kecil yang dibersihkan kaki-kakiinya, dan dipencet kepalanya. Atau kalau untuk pemberian di masa-masa awal, jangan disertakan kaki dan kepalanya. Lebih baik lagi kalau Anda bisa memberikan jangkrik yang sedang mabung, yakni masih lembut dan berwarna putih.

Ketika anakan burung sudah mulai meloncat-loncat kuat di dalam boks sarang, Anda bisa memindahkannya ke dalam sangkar gantung. Hanya saja perlu diingat, dasar sangkar gantung tetap diberi landasan bahan yang sama dengan bahan pembuat sarang. Tujuannya adalah mencegah kaki burung anakan cedera. Sementara untuk tangkringan harus dibuat bertingkat agar burung juga belajar meloncat antar tangkringan.

Sementara itu untuk manajemen indukan pasca anakan diambil, Anda bisa menyetting pakan untuk indukan seperti pada masa pasca penjodohan. Setelah anakan diambil, biasanya 7-10 hari setelahnya, betina mulai bertelur lagi. Hal ini berulang terus dan akan mengalami perubahan ketika burung mengalami masa mabung.

SUB SPESIES MURAI BATU (Copsychus Malabaricus)

Artiket dari www.suwarno71@blogspot.com


Pada umumnya hobbies di Indonesia lebih mengenal burung Murai Batu pada satu jenis saja, yaitu sub-spesies Copsychus Malabaricus Tricolor (White-rumped Shama). Sub-spesies ini mempunyai corak tiga warna, yaitu hitam, coklat dan putih. Warna dominan pada kepala, leher punggung dan ekor umumnya berwarna hitam. Warna dada dan perut berwarna coklat, sedangkan punggung bagian bawah (pantat) dan bulu ekor sekunder berwarna putih.

Sub spesies Copsychus Malabaricus Tricolor (White rumped Shama)

Sub spesies ini paling banyak ditemukan di P. Jawa dan P. Sumatera. Karena perbedaan habitat dan letak geografi masing-masing tempat yang berbeda-beda, maka sub spesies inipun mempunyai perbedaan fisik yang mencolok. Untuk Murai Batu yang hidup di Pulau Jawa, masyarakat local lebih mengenal dengan sebutan burung Larwo (Copsycus Malabaricus Tricolor-Javanus). Burung jenis ini sudah diindikasikan sangat langka (mungkin juga sudah punah).

Sementara sub spesies yang hidup disekitar selat sunda, Krakatau, pesisir dan pedalaman lampung, masyarakat mengenal dengan nama Murai Batu Lampung. MB ini mempunyai panjang ekor kira-kira 10 cm – 12 cm. Bagi para hobbies yang sering mengikuti kompetisi burung berkicau, jenis ini kurang diminati. Beberapa beralasan bahwa MB jenis ini bermental rendah dan kicauannya kurang bagus.


MB Lampung
Foto: Murai Lampung

Untuk kepentingan lomba atau kompetisi burung berkicau, para hobbies di Indonesia lebih menyukai MB Jambi. Mereka beralasan selain kemerduan suaranya, burung jenis ini mempunyai stamina dan gerakan ekornya yang indah. Mungkin mereka benar karena struktur tubuhnya yang sedang dengan panjang ekor berkisar antara 14 cm – 17 cm memungkinkan burung tersebut bergerak lincah dan tidak terbebani dengan berat dan panjang ekornya. MB Jambi secara alamiah hidup disekitar Bengkulu, Sumatera Selatan, Jambi, Kepulauaan Mentawai & Siberut serta semenanjung Bukit Barisan.

MB Jambi 2
Foto: Murai Jambi


Jenis lainnya adalah Murai Batu Medan atau Murai Batu Aceh, sebenarnya sebutan MB Medan adalah sebutan untuk MB yang berasal dari Provinsi Aceh dan daerah sekitarnya. Sebutan ini melekat karena pusat perdagangan terbesar dan pengepul ada di daerah Medan, tepatnya Pasar Burung Bintang. Di Provinci ini juga hidup berbagai jenis murai batu yang lainnya, salah satunya adalah MB ekor Hitam dan Jenis ini lainya mempunyai body lebih besar dan ekor yang cukup panjang sekitar 20 cm – 25 cm dan yang mempunyai ekor lebih panjang lagi yaitu sekitar 25cm – 30cm. MB Medan dan MB Aceh sangat diminati, bahkan sudah menjadi hewan peliharaan yang paling favorit. Selain suaranya yang merdu, penampilannya pada saat berkicau sangat atraktif, yaitu kemampuan mengayun-ayunkan ekornya (nge-fl) Meskipun demikian MB jenis ini jarang sekali diturunkan atau dibawa oleh para hobies arena kompetisi.

MB Medan
Foto: Murai Medan

Jenis Murai Batu lain yang berekor panjang selain ditemukan di provinsi Aceh, juga ditemukan di Penang, Malaysia, Burma, Kamboja, Myanmar dan Thailand. Secara fisik bentuknya sama, perbedaanya barangkali pada tebal tipis ekornya saja. Murai Batu di Malaysia relatif mempunyai ekor yang panjang dan tipis, berpostur agak kecil. Sedangkan Murai Batu yang paling dicarai oleh hobbies dari Singapura dan Malaysia adalah Murai Batu yang hidup diperbatasan Thailand dan Malaysia. Walaupun secara fisik bodynya lebih kecil dari Murai Batu Aceh, tetapi memiliki ekor r yang lebih panjang dan warna hitamnya agak mengkilat dan berwarna indigo (kebiruan).









Perhatikan dengan seksama perbedaan foto Murai Batu berikut:



MB Thai-Malaysia
Sub –spesies Copsychus Malabaricus Melanurus (Black-tailed Shama)

Sub-spesies ini di Indonesia dikenal dengan sebutan Murai Nias atau Murai Batu Nias, karena populasi dan habitatnya kebanyakan ada di P. Nias dan daerah sekitarnya. Burung ini juga ditemukan disebagian wilayah provinsi Aceh. Selain bersuara merdu, burung ini juga tidak terlalu agresif sehingga bagi para hobbies yang ingin mengembang-biakan burung ini, relatif lebih mudah dibandingkan dengan jenis lain yang mempunyai tiga warna. Hewan ini relatif lebih sayang terhadap anak-anaknya, sehingga jarang ditemukan kasus indukan Murai Nias membunuh anaknya sendiri.

Berdasarkan hasil observasi di lapangan, burung jenis ini susah sekali ditemukan atau dipelihara oleh para hobies di Indonesia. Hal ini ada berbagai faktor:
1. Faktor Tujuan Kompetisi
Karena sistem penjurian lebih mengedepankan aspek suara dan mental, para hobbies di tanah air, kurang menyukai burung ini karena kurangnya agresifitas pada saat dilombakan, mereka lebih menyukai burung dengan tipe agresif (fighter).
2. Faktor Exodus Perdagangan
Burung jenis ini merupakan burung yang popular dan paling dicari di Malaysia dan Singapura. Karena sistem kompetisi mereka berbeda dengan di Indonesia, minat mereka untuk memiliki sangat tinggi. Hal ini disebabkan burung ini mudah jinak dan bersuara sangat merdu dan variatif, sehingga cocok untuk dijadikan binatang peliharaan dirumah. Hal inilah yang mendorong pedagang dan pengepul burung melakukan ekspor besar-besar ke sana. Harga per ekor untuk ukuran panjang ekor 10cm-20 cm sekitar US$200.00. Bahkan pernah ditemukan ada yang mempunyai panjang ekor 25cm-30 cm, tetapi kualitas suaranya jauh dari yang pertama.

Sub–spesies Copsycus luzoniensis (White-browed Shama)
Habitat ditemukan Philipina

MB coklat hitam putih
Ada dua jenis. Habitatnya di P. Borneo (Kalimantan-Indonesia), Sarawak dan Sabah (Malaysia).

MB ekor coklat Ekor Coklat

Sub-spesies Copsychus M. Stricklandii (White-capped Shama)
Dan Ekor Hitam & Putih

Sub-spesies Copsychus Niger (White-vented Shama)

MB Hitam Putih
Habitat: Sabang, Palawan-Philipina

Sub-spesies Copsycus Cubuensis (Black shama)

MB Hitam Pekat
Habitat: Philipina


sayangnya burung ini sudah pergi dari rumahnya hehehehehe.....

Burung Branjangan merupakan burung yang bisa berkicau sambil terbang. Hal ini sering dilakukan para pejantan ketika musim kawin untuk memikat indukan.  Burung ini lebih senang berada di tanah dan bebatuan dari pada hinggap di ranting-ranting pohon. Selain itu burung ini juga memiliki kegemaran bernain debu. Burung yang sering diperlombakan ini memang memiliki suara merdu  yang keras. Dalam memilih burung branjangan hendaknya dipilih burung branjangan yang berjenis kelamin jantan. Berikut beberapa referensi untuk membedakan jenis kelamin burung branjangan yang kami peroleh dari sumber-sumber terpercaya.
Ciri Branjangan Jantan :
  • Keadaan bulu dominan berwarna coklat tajam dan tebal
  • Warna paruh hitam dan mengkilat.
  • Sedangkan pada bagian bawah paruh berwarna putih bersih.
  • Jambul di kelapa lebih panjang.
  • Suara kicauan memiliki banyak variasi dan tidak putus-putus.
  • Jika bertemu sesama pejantan maka jambul di kepala akan naik keatas dan terlihat gagah.
  • Terdapat bulu halus di bagian dada ketika ditiup.
  • Di kedua pipi terdapat bulu yang membuka keluar.

Burung petengger (passerin) di atas batu ini, berasal dari benua Asia dan Afrika. Di Indonesia branjangan mudah berkembang di daerah Jawa, Irian Jaya, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara dan Bali. Salah satu jenis branjangan yang biasa dikenal di kalangan mania burung di Indonesia adalah Mirafra Javanica.





 












Ciri-ciri branjangan berdasar daerah asal:                                                                 
1.Branjangan yang populer adalah yang berasal dari Pulau Jawa, khususnya khususnya Jawa Tengah (Petanahan dan Kali Ori) dan Jogja (daerah Wates). Burung dari kawasan ini memiliki ciri-ciri yang disukai penggemar branjangan. Antara lain adalah mental yang baik, body yang besar dan volume suara yang keras dan variasi suara yang beragam, serta corak batik atau warna yang menarik, kemerahan atau kekuningan.
2.Wilayah Jawa Barat yang menjadi maskot bagi penggila branjangan adalah yang berasal dari daerah Sapan. Burung dari daerah Sapan terkenal dengan suaranya yang nyaring melengking dan kristal, jambul juga menjadi ciri khas burung ini. Branjangan dari daerah Sapan jika dilihat dari fisiknya tidak terlalu besar hanya seukuran 12-13 cm. berbeda jika dibandingkan dengan branjangan dari daerah Jawa Tengah yang dapat mencapai ukuran tubuh 12-14 cm. Pola batik burung dari daerah Sapan cenderung berpola lebih gelap dengan corak batik yang berwarna hitam hampir serupa dengan branjangan yang berasal dari daerah NTB dan Sumbawa.
3.Branjangan dari Sri Kayangan, Kulonprogo (Wates) berdaya tarik tinggi karena ciri fisik yang lebih besar dan memiliki warna dan pola batik yang lebih menarik. Sedangkan branjangan dari Nusa Tenggara mempunyai corak warna bulu yang lebih pekat. Ukuran tubuhnya juga tidak sebesar jenis branjangan dari daerah lain, seukuran 10-12 cm.

Memilih branjangan: Tidak ada patokan khusus dalam memilih branjangan. Ciri-ciri branjangan yang baik antara lain bentuk fisiknya atletis, ekor dan badan panjang, mata tajam menunjukkan petarung, bulu lembut seperti sutra sedangkan paruhnya bagai burung gelatik tapi agak bengkok sedikit ke bawah.

1. Murai Batu Medan.

Asal dari Peg. Leuser, Bahorok. Murai Batu asal daerah ini hingga saat ini masih menjadi primadona dan terus dicari penggemar Murai batu walau sudah mulai langka. Banyak pedagang burung saat menjual Murai Batunya berkata bahwa Murai Batu mereka " Murai-Medan", Agar dagangannya cepat laku. Padahal belum tentu berasal dari daerah tersebut. Ciri-ciri anatominya, Ekor tipis-lentur melengkung kebawah, panjang 27- 30 cm. Variasi lagu kicauan indah & banyak, daya tempur dahsyat-ngotot-mental baja dengan volume dan variasi suara diatas rata-rata. Harga bakalannya paling mahal.

2. Murai Batu Nias

Sering terlihat di Kepulauan Nias, Sabang. Ciri yang utama adalah pada bagian ekornya hitam semua ( tidak ada bulu ekor warna putih). mempunyai volume yang keras. Mental petarung bagus dengan variasi suara yang banyak, Namun sering kalah mental saat di trek dengan Murai Batu berekor hitam-putih. Harganya tidak berbeda jauh dengan Murai Batu Lampung.

3. Murai Batu Lahat

Mempunyai panjang ekor 19 - 23 cm. ekornya ada tipis dan tebal. variasi suara yang banyak. Mental Bagus. Disinyalir Murai Batu yang beredar sekarang di pasar burung kenyakan adalah murai batu lahat.

4. Murai Batu Aceh

Murai batu ini berasal dari daerah Tangse (Piedie), peg. Seulawahsabang ,Lhoong (kab. Aceh Besar) dan Keude Bieng yang merupakan tempat Murai Batu handal di peroleh.Mempunyai ekor panjang 19 - 29 cm. Bentuk fisik tidak terlalu besar. Mempunyai daya tempur yang dasyat. Variasi suara banyak , panjang- panjang dan ngeroll diselingi dengan suara tembakan/besetan yang menyayat.

5. Murai Batu Lampung

Habitatnya disekitar hutan lampung, Baturaja hingga ke arah Palembang. Mempunyai ekor pendek 12 - 18 cm dan umumnya kaku. Mempunyai daya tempur yang bagus. Jika perawatannya benar mentalnya bisa sangat bagus. Variasi suara dasar cenderung ngeban (mengulang-ulang suara yang sama), perlu pemasteran yang baik untuk menutupi kelemahannya. Kelebihan yang menonjol saat bertanding, mempunyai stamina yang baik ( tidak mudah lelah) dalam melantunkan lagu-lagu ngerol, tonjolan (besetan) dalam waktu lama. Gaya bertarungnya tidak seindah murai batu ekor panjang yang bisa men "cambuk" ekornya.
Harganya kalau sudah jadi (apalagi sering menang kontes) tidak kalah dengan Murai Batu lainnya.

6. Murai Batu Borneo ( Kalimantan)

Cira khasnya saat bertarung dengan murai lain dadanya membusung/menggelembung. Mempunyai sifat yang lebih agresif dan terkesan ngotot. Panjang ekor 8 - 13 cm. Kicauannya cenderung "ngeban" ( mengulang) dan suaranya agak "mendem" (kurang kristal).